(tulisan sebagai kontribusi untuk GMKI Komisariat FKM USU)
Shallom, teman-teman!
Sudah selayaknya kita bersyukur atas penyertaan
Tuhan atas gerakan ini yang sudah menginjak usia 63 tahun. Sejak berdirinya,
sudah banyaklah yang Tuhan kerjakan melalui gerakan ini, kuantitasnya pun terus
bertambah dari level cabang hingga level komisariat di seluruh Indonesia.
Namun, apakah kuantitasnya tersebut dibarengi dengan peningkatan kualitasnya?
Kalau saya ditanya, saya akan menjawab ‘belum tentu’. Sebagai senior GMKI
Komisariat FKM USU yang pernah melayani, saya ingin memberikan pemikiran saya
tentang makna sebuah pelayanan seorang kader yang tentunya harus berkenan
kepada Tuhan, agar pelayanan itu sendiri tidak menjadi sia-sia.
Hakikat
seorang ‘murid’ Tuhan
Prinsip dasar kemuridan berbeda dari prinsip
dasar pendidikan dunia modern, yaitu seorang murid yang ketika itu dipilih
untuk magang bersama gurunya, sehingga melalui hidup bersama, terjadilah proses
belajar bersama, terdidik, tertempa, dan terbentuk dalam pengetahuan, karakter,
keterampilan, dan seluruh kepribadian secara utuh. Dalam bahasa Inggrisnya murid
adalah disciple, kata dasar yang
membentuk kata disiplin.
Tuhan Yesus memanggil para muridNya untuk
hidup, belajar dan melayani bersama Dia. Mereka dipilih oleh Tuhan Yesus bukan
dari kalangan kaum cendekia, ahli Taurat, atau orang-orang terpandang pada
waktu itu. Justru sebaliknya, Tuhan Yesus memakai orang-orang dengan pekerjaan
dan pengetahuan yang dianggap rendah (para nelayan), bahkan yang dianggap
sampah masyarakat (pemungut cukai) untuk menjadi murid (rasul) Kristus yang
menggetarkan dunia oleh hikmat dan kemampuan supranatural mereka serta pola
hidup mengasihi yang berbeda dari adat istiadat-hukum pada waktu itu.
Begitu juga dengan Saulus (alias Paulus),
sebelum bertobat adalah seorang penganiaya umat Kristen Yahudi yang tidak
segan-segan membunuh, namun pada akhirnya Tuhan sendiri yang memanggil dan
memperlayakkannya untuk menyiarkan kebenaran melalui pemberitaan Injil di beberapa
kota.
Dalam Matius
16:24-26 “Lalu
Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku,
ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Teman-teman, zaman sudah berubah namun
prinsip kebenaran Tuhan tidakLah berubah, kalau mau menjadi murid Kristus yang
sejati, lakukanlah ketiga hal berikut:
1. Sangkal diri;
artinya kita harus sedia menyangkal diri kita alias tidak menuruti hawa nafsu (seperti
nafsu amarah, kemalasan, iri, dendam, mencemooh, dll).
2. Memikul salib
kita; yaitu menjalani hidup yang penuh tantangan/godaan (dalam pekerjaan,
pelayanan, studi, dll) dengan penuh iman hingga kita berhasil melewatinya); pengertian
lainnya adalah meninggalkan dosa kita baik yang terang-terangan dilakukan
(seperti nyontek pada saat ujian atau korupsi berjamaah) maupun dosa yang
sengaja disembunyikan karena tidak ingin diketahui orang lain. Menyalibkan dosa
tersebut sampai kita benar-benar merdeka alias mampu melepaskan diri dari ikatan
dosa tersebut.
3. Mengikut Tuhan;
artinya mengikuti teladan Yesus. Melayani Tuhan merupakan salah satu wujud
mengikuti telandan Yesus Kristus yang tentunya akan banyak hal yang akan kita
korbankan. Mau melayani Tuhan? Berani bayar harga.
Mungkin teman-teman lantas berpikir, adalah hal
yang mustahil bagi orang seperti kita untuk layak dikatakan murid-Nya karena
terlampau begitu sulit, tapi janganlah kuatir sebab Tuhan pasti akan memberikan
kekuatan dan kuasa-Nya bagi kita sehingga kita lekas sadar dan bertobat. Dalam
sebuah buku berjudul MISI, dikatakan pertobatan mempunyai awal dan banyak
pengulangan, maknanya dapat disimpulkan dengan peringatan Paulus kepada
orang-orang Kristen di Roma: “Janganlah
kamu serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah (terus-menerus) oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: Apa
yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm 12:2).
Namun, kita musti paham betul bahwa memang
benar, manusia tercipta tidaklah sempurna dan tidak luput dari dosa dan
berbagai kelemahan, TETAPI, jangan disalah mengerti bahwa setiap kali berbuat
dosa, kita sebagai orang Kristen hanya datang saja kepada Tuhan, lalu dosanya
akan diampuni. INGAT, kalau tidak ada penyangkalan diri, memikul salib dan
penyesalan akan dosa maka dosa tersebut tidak akan diampuni bahkan kita tidak
layak menjadi murid Tuhan.
Motivasi
melayani , haruslah melakukan kehendak Tuhan
Pada
akhir wawancara sebuah pekerjaan, HRD sebuah perusahaan akan bertanya kepada
calon karyawannya “kalau kamu diterima bekerja disini, berapa gaji yang kamu
harapkan?”. Gaji merupakan salah satu motivasi seseorang bersedia bekerja pada
sebuah perusahaan atau instansi. Hal itu berbeda dengan sebuah pelayanan dalam
kekristenan, dimana seseorang tidak dibayar (gaji) justru sebaliknya, turut ‘membayar’,
lantas apa sebenarnya motivasi kita bersedia melayani Tuhan? Atau lebih
specific, apa sebenarnya motivasi kita ber-GMKI?
Ragam
motivasi dalam melakukan pelayanan seperti ber-GMKI, misalnya karena rindu bersekutu
dengan saudara seiman, menambah teman, gemar berdiskusi dan belajar hal baru, hobi
mengorganisir program/kegiatan, dan belajar kepemimpinan, tetapi ada juga yang
dilandasi oleh motivasi ketakutan/paksaan, motivasinya karena tidak punya
motivasi alias bingung mau ngapain di FKM, atau yang mau menyalurkan hobinya
untuk jalan-jalan alias rekreasi dan lain-lain.
Apapun
motivasi kita masuk dan menjadi kader GMKI, saya pikir Tuhan Maha tahu dan
mengerti. Sekalipun motivasi kita awalnya kurang tepat, namun Tuhan dapat
merubah itu semua menjadi murni demi kemuliaan nama-Nya. Selama kita bersedia untuk diubahkan dan
dipakai oleh Tuhan (kali ini hanya oleh Kasih Karunia-Nya) dalam pelayanan kita,
maka Ia pasti akan meluruskan motivasi kita, kehendak Tuhan bukan lagi sesuatu
yang agaknya bertentangan dengan keinginan kita, melainkan sudah sama (perlu
latihan dan persekutuan yang intim dengan Tuhan).
Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.
GMKI merupakan tempat persiapan kader dengan
kompetensi dalam iman, ilmu, kepemimpinan dan kepekaan sosial yang dapat
diaplikasikan dalam tiga medan pelayanannya yakni, gereja, perguruan tinggi dan
masyarakat dengan moto “tinggilah iman, tinggilah ilmu dan tinggilah
pengabdian” hendaknya dipedomani dengan sungguh-sungguh
.
Medan pelayanan pertama yaitu gereja. Gereja melambangkan persekutuan
umat Kristen yang berakar dan bertumbuh dari iman kepada Allah Tri-Tunggal. Kader
GMKI haruslah mengutamakan persekutuan dengan saudara seiman didalam Tuhan Yesus
dengan gemar melakukan pertemuan ibadah, jam doa, kontak doa, komunitas
kelompok kecil, pendalaman Alkitab dan/atau persekutuan lainnya, yang tujuannya
adalah mempertebal iman sehingga kader GMKI tidak mudah terombang-ambing
imannya oleh prinsip dan hikmat duniawi. Tujuan lainnya adalah memegang teguh
pengharapan dari Tuhan, bahwa keselamatan dan hidup kekal adalah satu-satunya
di dalam nama Yesus Kristus. Dan tujuan berikutnya adalah menerapkan kasih
dalam seluruh segi kehidupan. Ini yang dinamakan mandat penginjilan atau
memenangkan jiwa. Yang menjadi landasan utama kader melakukan mandat
penginjilan yaitu perintah Tuhan Yesus dalam amanat Agung-Nya (Mat 28:19-20). GMKI adalah rekan sekerja gereja Tuhan,
kader GMKI adalah tangan dan kaki-Nya Tuhan.
Medan pelayanan kedua yaitu Perguruan Tinggi. Perguruan tinggi adalah tempatnya mahasiswa
menggali ilmu, hikmat dan pengetahuan. Sepakatkah teman-teman kalau belajar
giat adalah juga pelayanan? Tentu saja, teman-teman harus belajar
sungguh-sungguh agar kelak dapat memberikan kontribusi dan perubahan yang berarti
bagi kehidupan orang lain. Ini yang dinamakan tugas mandate kebudayaan. Tuhan
Yesus juga pernah melakukan mandat kebudayaan, seperti menyembuhkan orang-orang
sakit, memberi makan 5000 orang yang kelaparan, dan mengasihi orang miskin. Misalnya,
sebagai tenaga promosi kesehatan yang inovatif sehingga mampu untuk
memberdayakan masyarakat marginal untuk menerapkan pola hidup sehat, sebagai
tenaga epidemiolog yang mampu memutus rantai penularan penyakit dengan
melakukan penyelidikan epidemiolog terhadap suatu KLB penyakit menular dan
surveilans di suatu daerah, administrator kesehatan yang mampu menerapkan
prinsip ‘good governance’ dalam suatu sistem kesehatan, demikian juga dengan
ahli gizi, ahli K3, dll.
Kader GMKI yang melayani juga harus mampu
menunjukkan performance akademiknya yang baik. Pelayanan sebagai kader GMKI
atau organisasi Kristen lainnya adalah penting, tapi teman-teman perlu juga
ketahui bahwa studi juga adalah pelayanan, yang kita pertanggungjawabkan tidak
hanya kepada Tuhan dan orang tua, namun juga kepada diri sendiri dan
masyarakat. Cepat atau lambat, masyarakat akan membutuhkan pemimpin yang Takut
akan Tuhan, masyarakat akan membutuhkan kita.
Kader GMKI yang terbilang mahasiswa, mempunyai
keistimewaan tersendiri karena melalui kader, telah memberikan pelayanan di
tengah-tengah kehidupan pemuda dan pemudi calon pemimpin masa depan bangsa. Masa
perkuliahan merupakan masa yang menentukan pola pikir dan karakter seseorang,
apa jadinya seandainya pola pikir dan karakter ini terbentuk dari prinsip-prinsip
yang salah? Kita bisa bayangkan kerugian dan kemerosotan bangsa yang akan
terjadi jika hal itu sampai terjadi. GMKI harus menjadi wadah pembentukan pola
pikir dan karakter mahasiswa.
Medan pelayanan ketiga adalah masyarakat. Seperti contoh yang disebutkan
diatas tadi, kelak kita akan terjun ke masyarakat dan akan menerapkan mandate
budaya. Hendaklah itu semua didasarkan atas motivasi pelayanan yang murni, oleh
karena kasih dan ketaatan kita kepada Tuhan.
Jadi, teman-teman segerakan, hendaklah kita
menjadi kader GMKI yang melayani dengan motivasi yang benar dilandasi dengan
ketaatan kepada Tuhan dan belas kasih (mercy) yang kita taruh untuk sesame
kita. Sadarilah, bahwa ladang sudah menguning, siap untuk dituai, namun tuaian
memang banyak tetapi pekerja sedikit.
“GMKI menjadilah suatu
pusat sekolah latihan (leershool) dari orang-orang yang mau bertanggungjawab
atas segala sesuatu yang mengenai kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa
Indonesia. GMKI bukanlah merupakan Gesellschaft, melainkan ia adalah suatu
Gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian ia berakar
baik dalam gereja, maupun dalam Nusa dan Bangsa Indonesia”.
_________dr.Johanes Leimena Wikipedia