Barangkali kita ingin sejengkal lebih dekat dan akrab dengan
isu yang sedang marak dibahas alias trending
topic di Kementerian Kesehatan RI, apalagi kalau bukan seputar Sistem
Jaminan Sosial Nasional.
Saya sendiri kurang banyak tahu abcd-nya SJSN, untuk
itu saya tidak menulis tentang SJSN dari sudut pandang seorang ekonom kesehata,
namun saya tertarik menulisnya dari sudut pandang masyarakat awam.
Roda waktu terus berputar dan tempo terus berjalan menuju
momentum yang tersisa 350 hari lagi sebelum grand
opening alias peluncuran program ini oleh Presiden RI.
Mengenal
SJSN lebih dekat
Berangkat dari defenisi, SJSN adalah salah satu bentuk perlindungan sosial di bidang kesehatan
untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan yang layak melalui penerapan
sistem kendali biaya dan kendali mutu, dan diselenggarakan berdasarkan
prinsip asuransi sosial dan ekuitas bagi seluruh
penduduk di wilayah Republik Indonesia (Kemenkes RI).
Sistem Jaminan Sosial Nasional
bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang
layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. SJSN diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menggunakan prinsip asuransi yaitu mengalihkan risiko individu menjadi
risiko bersama. Maka kasarannya semakin banyak peserta maka semakin ringan
iuran yang dibayar. Sebenarnya pelaksanaan SJSN ini seharusnya
dilaksanakan 2009 lalu, sesuai dengan amanat UU SJSN No.4-/2004.
Prinsip yang diusung dalam sistem ini yaitu kegotong royongan,
nirlaba, keterbukan, kehati-hatian, akuntabilitas, kepesertaan bersifat wajib,
portabilitas, hasil pengolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan
Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang
tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya
pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun,
maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain
sebagainya.
Manfaat yang diterima oleh peserta
Manfaat program Jamsosnas alias SJSN
ini yaitu meliputi jaminan hari tua, asuransi kesehatan nasional, jaminan
kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh warga
negara Indonesia, tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor formal,
sektor informal, atau wiraswastawan
Perseptif-Latar
Belakang kondisi Masyarakat
Berikut merupakan perspektif yang melatar belakangi isu
ini.
- Peningkatan umur harapan hidup
Tahun 2011, menurut CIA World
Factbook memperkiraan Umur
harapan hidup (UHH) orang Indonesia adalah 70.76 tahun, berdasarkan jenis
kelamin, makaUHH Pria Indonesia adalah
68.26 tahun dan Wanita 73.38 tahun.
Memperhatikan piramida
penduduk, saat ini komposisi piramida menunjukkan peningkatan pada usia lanjut
dan penurunan pada usia balita. Perubahan piramida penduduk ini menggambarkan
peningkatan jumlah penduduk usia lanjut yang perlu diimbangi dengan peningkatan
kesehatan masyarakat, mengingat kelompok usia ini rentan terhadap penyakit
degeneratif. Komposisi usia
peserta Asuransi Kesehatan sebesar
57% berada diatas 40 tahun.
- Meningkatnya
jumlah penderita penyakit tidak
menular dan degeneratif.
Kita
sering menderangar istilah penyakit katastopik, yaitu penyakit yang berbiaya
tinggi dan secara komplikasi dapat terjadi ancaman jiwa yang membahayakan
jiwanya. Ada banyak penyakit tidak menular yang termasuk jenis penyakit
katastopik, seperti jantung koroner, ginjal, kanker, hipertensi yang mengarah
ke stroke, dll.
WHO
South East Asia 2008 melaporkan bahwa sebanyak 55 % kematian disebabkan oleh
penyakit tidak menular, 35% disebabkan oleh penyakit menular dan sisanya 10,7 %
disebabkan luka.
Di Asia Tenggara sendiri, proporsi kematian terbesar
disebabkan oleh penyakit tidak menular
seperti stroke, jantung, paru-paru kronis. (National Geographic). Jika
seseorang menderita salah satu penyakit katastropik, maka ia harus menyediakan
biaya pengobatan yang tidak sedikit.
Saya
sendiri punya pengalaman dengan kasus penyakit ini. Ayah saya pernah mengalami
penyakit penyumbatan pembuluh darah jantung dan harus segera dioperasi bypass surgery dengan biaya operasi
sebesar Rp.130 juta (kata salah seorang staf paramedic). Pada waktu itu orang
tua saya menggunakan bantuan jaminan kesehatan daerah (JAMKESDA) Provinsi
Sumatera Utara.
- Perubahan
pola hidup masyarakat à
fastfood
Meningkatnya tingkat
perekonomian suatu negara dipengaruhi oleh kinerja yang baik dan tinggi dari masyarakatnya.
untuk dapat berkinerja dengan baik seseorang dituntut untuk bekerja cepat dan baik.
Tak ayal, seseorang lebih menyukai segala produk yang instan atau istilahnya ‘real time’.
Fast food atau makanan cepat saji adalah makanan yang pengolahan dan
penyajiannya memakan waktu singkat, dan dapat disantap secara singkat pula.
Fast food yang disajikan di restoran, biasanya
terdiri dari karbohidrat dan protein dalam jumlah besar. Tidak seimbang dengan
jumlah sayurannya. Sehingga fast food menjadi makanan berkalori tinggi, dan
rendah serat.
Kita tidak lantas menuduh fastfood
sebagai biang penyakit tidak menular. yang saya maksudkan adalah pola konsumsi
masyarakat memakan fastfood secara intens tanpa dibarengi dengan konsumsi
sayuran, buah dan olah raga teratur.
- Pengetahuan dan kemandirian pasien dalam
upaya pencehagan
dan penyembuhan
penyakitnya masih rendah
Rendahnya kemampuan dan
kemandirian pasien dikaitkan dengan rendahnya pengetahuannya, dan rendahnya
pengetahuan dikaitkan dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonominya.
Seseorang dapat melakukan
pencegahan jika mampu mengenal Riwayat Alamiah Penyakit (Natural History of
Diseases) dan melakukan pencegahan berdasarkan tingkat/level riwayat alamiah
penyakit tersebut. Gambar berikut secara gambalang menjelaskan maksud saya.
5. Kemampuan ekonomi masyarakat untuk pembiayaan
pelayanan kesehatan masih terbatas
Secara umum, Indonesia masuk dalam
kategori negara yang rendah dalam membiayai kesehatan yaitu sebesar 2,2% dari
GDP (Produk Domestik Bruto).
Ability to pay pasien yang rendah inilah
yang menjadi salah satu hal yang menjadi dasar dikembangkannya system
- Penyebaran
penduduk menyebabkan adanya keterbatasan akses untuk memperoleh pelayanan
kesehatan.
Disparitas pelayanan
kesehatan merupakan suatu keadaan dimana terjadi kesenjangan kualitas pelayanan
kesehatan yang mencolok di beberapa tempat. Hal ini disebabkan karena tidak
terdistribusinya fasilitas kesehatan secara merata, tidak terdistribusinya
tenaga dokter dan tenaga kesehatan lainnya secara merata. Disamping itu
penyebaran penduduk yang kurang bisa dikontrol oleh jangkauan pemerintah
seperti gelandangan, masyarakat pedalaman/pribumi, mereka yang tinggal di
panti-panti tidak terdaftar (legal) di lembaga sosial, dll.
Ketujuh permasalahan
diatas merupakan latar belakang pengembangan Sistem Jaminan Sosial Nasional di
Indonesia.
Berkaca dari hal diatas, pemerintah
harus lebih serius memikirkan hal ini, tentunya dengan sistem yang sudah pakem
dan jelas. Berita baiknya UU SJSN sudah diluncurkan tahun 2011 lalu, dan kini
memaksimalkan sistem melalui adanya peraturan-peraturan pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar