Selasa, 15 Januari 2013

Mengenal SJSN lebih dekat


Barangkali kita ingin sejengkal lebih dekat dan akrab dengan isu yang sedang marak dibahas alias trending topic di Kementerian Kesehatan RI, apalagi kalau bukan seputar Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Saya sendiri kurang banyak tahu abcd-nya SJSN, untuk itu saya tidak menulis tentang SJSN dari sudut pandang seorang ekonom kesehata, namun saya tertarik menulisnya dari sudut pandang masyarakat awam.
Roda waktu terus berputar dan tempo terus berjalan menuju momentum yang tersisa 350 hari lagi sebelum grand opening alias peluncuran program ini oleh Presiden RI.


Mengenal SJSN lebih dekat

Berangkat dari defenisi, SJSN adalah salah satu bentuk perlindungan sosial di bidang kesehatan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan yang layak melalui penerapan sistem kendali biaya dan kendali mutu, dan diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas  bagi seluruh penduduk di wilayah Republik Indonesia (Kemenkes RI).

Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. SJSN diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menggunakan prinsip asuransi yaitu mengalihkan risiko individu menjadi risiko bersama. Maka kasarannya semakin banyak peserta maka semakin ringan iuran yang dibayar. Sebenarnya pelaksanaan SJSN ini seharusnya dilaksanakan 2009 lalu, sesuai dengan amanat UU SJSN No.4-/2004.

Prinsip yang diusung dalam sistem ini yaitu kegotong royongan, nirlaba, keterbukan, kehati-hatian, akuntabilitas, kepesertaan bersifat wajib, portabilitas, hasil pengolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan
Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki  usia lanjut atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.


Manfaat yang diterima oleh peserta

Manfaat program Jamsosnas alias SJSN ini yaitu meliputi jaminan hari tua, asuransi kesehatan nasional, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh warga negara Indonesia, tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor formal, sektor informal, atau wiraswastawan


Perseptif-Latar Belakang kondisi Masyarakat
Berikut merupakan perspektif yang melatar belakangi isu ini.
  1. Peningkatan umur harapan hidup
Tahun 2011, menurut  CIA World Factbook memperkiraan Umur harapan hidup (UHH) orang Indonesia adalah 70.76 tahun, berdasarkan jenis kelamin, makaUHH Pria Indonesia adalah 68.26 tahun dan Wanita 73.38 tahun.

Memperhatikan piramida penduduk, saat ini komposisi piramida menunjukkan peningkatan pada usia lanjut dan penurunan pada usia balita. Perubahan piramida penduduk ini menggambarkan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut yang perlu diimbangi dengan peningkatan kesehatan masyarakat, mengingat kelompok usia ini rentan terhadap penyakit degeneratif. Komposisi usia peserta Asuransi Kesehatan sebesar 57% berada diatas 40 tahun.

  1. Meningkatnya jumlah penderita penyakit tidak menular dan degeneratif.
Kita sering menderangar istilah penyakit katastopik, yaitu penyakit yang berbiaya tinggi dan secara komplikasi dapat terjadi ancaman jiwa yang membahayakan jiwanya. Ada banyak penyakit tidak menular yang termasuk jenis penyakit katastopik, seperti jantung koroner, ginjal, kanker, hipertensi yang mengarah ke stroke, dll.
WHO South East Asia 2008 melaporkan bahwa sebanyak 55 % kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35% disebabkan oleh penyakit menular dan sisanya 10,7 % disebabkan luka. 

Di Asia Tenggara sendiri, proporsi kematian terbesar disebabkan oleh  penyakit tidak menular seperti stroke, jantung, paru-paru kronis. (National Geographic). Jika seseorang menderita salah satu penyakit katastropik, maka ia harus menyediakan biaya pengobatan yang tidak sedikit.

Saya sendiri punya pengalaman dengan kasus penyakit ini. Ayah saya pernah mengalami penyakit penyumbatan pembuluh darah jantung dan harus segera dioperasi bypass surgery dengan biaya operasi sebesar Rp.130 juta (kata salah seorang staf paramedic). Pada waktu itu orang tua saya menggunakan bantuan jaminan kesehatan daerah (JAMKESDA) Provinsi Sumatera Utara.

  1. Perubahan pola hidup masyarakat à fastfood
Meningkatnya tingkat perekonomian suatu negara dipengaruhi oleh kinerja yang baik dan tinggi dari masyarakatnya. untuk dapat berkinerja dengan baik seseorang dituntut untuk bekerja cepat dan baik. Tak ayal, seseorang lebih menyukai segala produk yang instan atau istilahnya ‘real time’.

Fast food atau makanan cepat saji adalah makanan yang pengolahan dan penyajiannya memakan waktu singkat, dan dapat disantap secara singkat pula.  

Fast food yang disajikan di restoran, biasanya terdiri dari karbohidrat dan protein dalam jumlah besar. Tidak seimbang dengan jumlah sayurannya. Sehingga fast food menjadi makanan berkalori tinggi, dan rendah serat.
Kita tidak lantas menuduh fastfood sebagai biang penyakit tidak menular. yang saya maksudkan adalah pola konsumsi masyarakat memakan fastfood secara intens tanpa dibarengi dengan konsumsi sayuran, buah dan olah raga teratur.

  1. Pengetahuan dan kemandirian pasien dalam upaya pencehagan dan penyembuhan penyakitnya masih rendah
Rendahnya kemampuan dan kemandirian pasien dikaitkan dengan rendahnya pengetahuannya, dan rendahnya pengetahuan dikaitkan dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonominya.

Seseorang dapat melakukan pencegahan jika mampu mengenal Riwayat Alamiah Penyakit (Natural History of Diseases) dan melakukan pencegahan berdasarkan tingkat/level riwayat alamiah penyakit tersebut. Gambar berikut secara gambalang menjelaskan maksud saya.


5. Kemampuan ekonomi masyarakat untuk pembiayaan pelayanan kesehatan masih terbatas

Secara umum, Indonesia masuk dalam kategori negara yang rendah dalam membiayai kesehatan yaitu sebesar 2,2% dari GDP (Produk Domestik Bruto).
Ability to pay pasien yang rendah inilah yang menjadi salah satu hal yang menjadi dasar dikembangkannya system

  1. Penyebaran penduduk menyebabkan adanya keterbatasan akses untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Disparitas pelayanan kesehatan merupakan suatu keadaan dimana terjadi kesenjangan kualitas pelayanan kesehatan yang mencolok di beberapa tempat. Hal ini disebabkan karena tidak terdistribusinya fasilitas kesehatan secara merata, tidak terdistribusinya tenaga dokter dan tenaga kesehatan lainnya secara merata. Disamping itu penyebaran penduduk yang kurang bisa dikontrol oleh jangkauan pemerintah seperti gelandangan, masyarakat pedalaman/pribumi, mereka yang tinggal di panti-panti tidak terdaftar (legal) di lembaga sosial, dll.

Ketujuh permasalahan diatas merupakan latar belakang pengembangan Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia.

Berkaca dari hal diatas, pemerintah harus lebih serius memikirkan hal ini, tentunya dengan sistem yang sudah pakem dan jelas. Berita baiknya UU SJSN sudah diluncurkan tahun 2011 lalu, dan kini memaksimalkan sistem melalui adanya peraturan-peraturan pemerintah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar