Rabu, 30 Januari 2013

Potential Years of Life Lost (PYLL)


Konsep kematian prematur mulai dikembangkan pada tahun 1947, dan sejak saat itu secara luas mulai banyak dipakai dengan asumsi bahwa penyakit tertentu yang dapat menyebabkan kematian seseorang di usia dini seharusnya tidak memiliki prioritas yang sama dengan penyakit yang menyebabkan kematian pada usia lanjut. Indikator potensi tahun hidup yang hilang (Potential Years of Life Lost) antara usia 1-70 tahun memiliki tujuan utama yaitu mengetahui peringkat utama kematian prematur. Bayangkan saja, apabila prioritas intervensi program lebih ditujukan pada pengendalian penyakit jantung atau osteoporosis yang lebih banyak diderita pada usia tua daripada penyakit yang dapat membunuh seseorang pada usia produktif seperti HIV-AIDS, Hepatitis B, atau kematian akibat kecelakaan lalu lintas, maka dampak kesehatan dan ekonominya akan jauh lebih besar pada populasi tersebut akibat banyak tahun-tahun potensial hidup yang hilang (khususnya usia muda).
          
Indikator ini sangat cocok sebagai indikator sosial dalam membantu perencana kesehatan dalam menentukan prioritas pencegahan kematian prematur. Business Context penggunaan indikator ini dapat diaplikasikan untuk membuat Health Plan disuatu populasi masyarakat,  laporan Profil Kesehatan Level Nasional hingga Kabupaten, dan estimasi peluang aktuaria asuransi. Bahkan, studi-studi epidemiologi banyak menggunakan indikator ini dalam mengukur Disease burden-combined with Dissability Adjusted Life Years (DALY) dalam sebuah populasi dan menentukan Health priority dalam suatu masyarakat.

PYLL adalah ukuran kematian prematur.  PYLL memperkirakan total tahun-tahun hidup potensial masyarakat jika mereka tidak mati premature akibat suatu penyebab tertentu. Ukuran ini merupakan sebuah metode alternatif untuk memperkirakan angka kematian yang lebih baik pada kematian orang muda.  Menurut Alberta Health Service, PYLL didefenisikan sebagai banyaknya tahun potensial hidup seseorang yang hilang sebelum usia 75 tahun untuk semua penyebab. PYLL juga berguna untuk mengukur dan mengetahui besarnya (severe) / magnitude kematian prematur oleh penyebab tertentu.

Potential Years of Life Lost : The total number of years not lived by an individual who died before their 75th birthday.

Biasanya, metode pengukuran YLL (Years of Life Lost) yang dipakai peneliti berbeda-beda, tergantung pada cut-off  usia pada Life Tables populasi penelitian.  Di beberapa penelitian, menggunakan usia 75 tahun sebagai cut-off.
  1. Indikator ini memberikan penekanan lebih spesifik pada penyebab kematian yang terjadi pada usia muda dibanding dengan usia tua
  2. Usia 75 tahun sebagai acuan usia harapan hidup pada orang-orang Canada baik pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.
  3. Kematian yang terjadi di usia 75 tahun atau lebih tidak masuk dalam penghitungan PYLL
  4. Kematian bayi usia < 1 tahun

Adanya perubahan angka PYLL dari waktu ke waktu dapat terjadi karena adaya multi faktor penyebab termasuk didalamnya yaitu perubahan insiden penyakit atau survival (sama dengan umur harapan hidup-UHH). Indikator PYLL tidak memperhitungkan kualitas hidup, jadi berbeda dengan Quality Adjusted Life Years (QALY).  

PYLL dapat digunakan sebagai salah satu indikator penentuan prioritas masalah kesehatan disuatu masyarakat, dapat dikombinasikan dengan metode analisis situasi lainnya. Seperti Studi Analisis situasi yang pernah dilakukan untuk memperoleh health priorities di beberapa wilayah di Swiss  dengan menggunakan triangulasi metode yaitu PYLL, Dissability Adjusted Life Years (DALY) dan metode Delphi Survey, diperoleh sebuah hasil analisis dengan perspektif yang lebih luas dan komprehensif serta lebih dapat diterima.

Kombinasi Metode PYLL, DALY dan Delphi
studi Analisis Situasi beberapa wilayah di Swiss

Cara memperoleh PYLL
Hati-hati dalam membandingkan indicator PYLL dalam frame waktu dan geografis yang berbeda. Beberapa institusi menyajikan angka PYLL per 1000 ( 73.2 per 1000 orang) , per 100.000 (0,732 per 100.000 orang) atau ada juga yang menunjukkan total tahun potensial hilang nya saja (8,934,234 orang-tahun). Jika dikaitkan dengan time frame, PYLL ini juga mempunyai beberapa keterbatasan, karena tidak reliable, hingga statistik vital yang up to date harus diupayakan.

Ada 2 metode menghitung PYLL, ada yang menggunakan a fixed-age (contoh: 75 tahun) sebagai cut-off, lainnya menggunakan umur harapan hidup (UHH) yang berlaku.
Sumber Data : Statistik vital (Badan Pusat Statistik). Dari lembaga tersebut diperoleh numerator dan denominator.

Kalkulasi PYLL
Dapat diperoleh dengan 2 cara:

A. Metode A (Individual)
PYLL akibat kematian tertentu dihitung tiap orang yang mati sebelum usia 75 tahun. Contohnya, seseorang yang mati pada usia 30 tahun akan kehilangan 45 tahun potensial hidupnya. Angka diperoleh dengan membagi total PYLL dengan total populasi berusia < 75 tahun.
Metode Penghitungan:
Individu
Umur Kematian (tahun)
PYLL (75 -  umur kematian)
1
6 bulan
75 – 0,5 = 74,5
2
55
75 – 55 = 20
3
15
75 – 14 = 60
4
85 *
0
5
60
75 – 60 = 15
Jumlah PYLL
169,5
Catatan : *merujuk kepada kematian yang tidak berkontribusi pada PYLL karena kematian pada usia > 75 tahun.

B. Metode B (Kelompok umur)
Umur
Jumlah Kematian
(1)
Rata-rata Umur
(2)
75 - Rata-rata umur mati (3)
PYLL (1) x (3)
< 1 Tahun
4
0.5
74.5
298.0
1-4
28
3.0
72.0
2016.0
5-9
52
7.5
67.5
3510.0
10-14
64
12.5
62.5
4000
15-19
315
17.5
57.5
18112.5
20-24
410
22.5
52.4
21525.0
Jumlah PYLL

46301.5

Rate PYLL per 1000 orang
= Toyal PYLL / Jumlah populasi < 25 tahun
= 46301.5 / 13547721
= 3.4 per 1000

Alternatif lainnya adalah dengan mengukur dampak dari kecacatan atau kematian premature dengan mengunakan Dissability Adjusted Life Years (DALY).

Pada sebuah studi Cohort yang dilakukan untuk melihat potential life lost populasi Indian berusia 24-74 tahun, 1991-2001, hasil studi memperlihatkan beban kematian premature diantara orang Indian pada usia bekerja. Rate PYLL pada orang Indian usia 24-74 tahun sebesar 2,5 kali lebih besar dari orang dewasa non-aborigins, dan sedikit lebih tinggi pada orang Indian yang tinggal di Indian Reserve. Penyakit tidak menular atau kronis seperti penyakit kardiovaskular dan kanker merupakan penyumbang PYLL terbesar. Namun, injuries (cedera/kecelakaan), khususnya unintentional injuries, merupakan variable dengan disparitas paling signifikan, menandakan betapa perlunya rekomendasi program pencegahan kecelakaan di wilayah mereka. Disparitas kesehatan yang ada banyak berhubungan dengan status sosial ekonomi masyarakat.

Selasa, 22 Januari 2013

Trip to Putri and Mansalaar Island


Hari minggu 20 Januari 2013, tanpa persiapan dan rencana yang begitu detail layaknya rekreaksi menuju Pulau Impian yang biasa dilakukan orang, waktu itu kami berangkat terdiri dari 10 orang penumpang + 2 awak kapal. Dengan mengendarai kapal (perahu dengan mesin) "Dolphin" kami berangkat pukul 11.30 meninggalkan tepi pantai.
Tujuan pertama yaitu ke Pulau Putri yang ditempuh kira-kira 2 jam. Menyaksikan deburan ombak, jutaan liter air di samudra nan tenang namun menakutkan, teriknya sang matahari  membakar kulit, hembusan angin laut yang sejuk namun lembab membuat kulit seperti ditaburi lem perekat, menyaksikan gugusan pulau-pulau kecil yang bertaburan di lautan Tapanuli Tengah, menyaksikan Pulau Situngkus yang terkenal kaya akan udang, kepiting, dan molusca yang berada sejengkal di depan pelipis kami, berharap dan menanti.. semoga!! Waktu begitu bersahabat, kala kami menikmati pemandangan yang tidak biasa itu, hingga tanpa terasa kapal telah mendaratkan kami di Pulau cantik itu. 

"Bagan"

Pulau sudah mendekat, kami segera merapat. Aduhai, eLok nian karya cipta Sang Khalik, another masterpiece created by God's hand, meletakkan panorama indah di puLau sekecil itu di negeri kami tercinta. Melihat kejernihan air, rasanya darah ini mengalir sekencang-kencangnya lalu membuncah dan serasa raga ingin segera membenamkan diri ke dalam air bening itu. Aku tertegun, seketika sebaris lirik melantun  "I am sailing-Rod Stewart" itu bernyanyi di benakku.


Aku Tak mampu melukiskan keindahan panorama alamnya.
Mulut mengkatub, lidahku kelu, namun hatiku tiada henti berdecak.
 
Belum lagi ketika menyaksikan daerah yang pada permukaan atas terlihat graduasi warna yang berbeda, dari putih bening, hijaunya batu green emeraLd, lalu biru laut. Menyelam menyelusuri lautan itu dengan menggunakan kaca mata renang dan seraya menundukkan kepala kedalam air 'tuk memperhatikan fenomena apa didalamnya.

WOWww, unbelievable! (harap maklum, saya masih awan soal laut-melaut) aku baru tahu ternyata graduasi warna itu menunjukkan adanya perbedaan kedalaman dasar laut yang mencolok. Tiba-tiba saja daratan yang dangkal di bawah permukaan laut, bersebelahan dengan palung laut yang begitu curam.. gelap, misterius, hampa, dan sunyi mencekam... 

Caution !! Hati-hati kaki kamu bisa tergelincir! Dan kehidupan di bawah laut sungguh amatlah indah.

"menyelam alakadarnya"

Dengan mata kepalaku sendiri, Aku melihat ikan-ikan kecil lucu berwarna kuning dengan garis-garis hitam pada tubuhnya (hahaha, hatiku seraya berkata "wah, ada juga ikan UI disini")


Kemudian, terlihatku ribuan ikan-ikan kecil berenang secara beriringan dan berkelompok seperti  sedang antri (antrian panjang). Aku terbayang cuplikan film 'Finding Nemo', dan aku sudah menjadi saksi keindahan kehidupan bawah laut. Sayang, kami tidak membawa Waterproff Camera dan perlengkapan menyelam untuk mengabadikan cuplikan ajaib itu. Yet, it was quite good for our initial trip.

Setelah 60 menit berenang dan menyantap air dan daging kelapa, kami meninggalkan Pulau Putri menuju Pulau Mursala, The Biggest Island Tapteng has.

Perjalanan ke pulau Mursala sekitar 100 menit. Sebelum menepi, dari kejauhan sudah mengintip keajaiban berikutnya, air terjun Pulau Mursala yang berada di ujung Pulau Mursala menjulang setinggi kira-kira 35 meter dengan bentuknya seperti gunung batu yang kokoh. Air terjunnya  dikenal unik karena rasanya tawar, terdapat ikan Nila, dan kadang ditemukan ampas padi yang jenisnya diyakini mirip dengan padi dari Pulau samosir (garuk-garuk kepala). How come! Wah, ajaib.. Believe it or Not..Just enjoy the view.

Meninggalkan Mursala, mata kami sudah dimanjakan dengan Sejuta pesona alam Tapteng. Aku merasa begitu senang, dan tak sabar menceritakan kepada Laskarku di Depok nanti.
Sedikit aku kutip dari berbagai sumber, Pulau Mursala (Mansalaar Island) terletak sebelah barat daya kota Sibolga dan masuk dalam wilayah Kecamatan Tapian Nauli merupakan pulau terbesar yang dimiliki Kabupaten Tapanuli Tengah. Pulau ini berada di antara Pulau Sumatera dan Pulau Nias. Luas Pulau Mursala sekitar 8.000 ha dan dapat ditempuh selama 1 jam menggunakan kapal cepat dari Sibolga, atau sekitar 3 jam jika menggunakan kapal biasa.
Jika Anda belum pernah ke Sibolga atau Pandan (Ibukota Kab.Tapanuli Tengah) dan memiliki keinginan menikmati pemandangan Mursala, saat ini sudah tersedia penerbangan komersial dari Medan yang dilayani oleh Wings Air, Merpati, maupun NBA. Waktu tempuh dari Bandara Polonia Medan – Bandara FL Tobing Pinangsori Sibolga adalah sekitar 45 menit. Meninggalkan Polonia Airport-Medan, Anda akan mendarat di Bandara Pinangsori, Kab.Tapteng. Untuk akomodasi penginapan, ada beberapa hotel berbintang seperti Hotel Bumi Asih Pandan, Hotel Marsada Sibolga, Hotel Wisata Indah Sibolga, dll.

"Air Terjun Pulau Mursala"
Air terjun Pulau Mursala merupakan salah satu dari sedikit air terjun di dunia yang langsung masuk ke laut. Beberapa di antaranya adalah : 
  1. The Kaskade Mcway di California
  2. Alamere di California
  3. Kilt Rock Waterfall di Skotlandia, 
  4. Falls Sounds Milford di fjords Selandia Baru,  
  5. Jeongbang di Pulau Jeju, Korea Selatan
  6. Seven Sister di Fjord Selandia Baru,
  7. Duden Falls di Antlya, Turki
Di Indonesia sendiri, selain di pulau Mursala, juga terdapat air terjun sejenis di Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara yaitu air terjun Kahatola. 


Di balik pesonanya, ternyata air terjun Pulau Mursala ini juga memiliki legenda tersendiri, yaitu  Legenda Putri Runduk. Konon, air terjun ini merupakan tempat bermain seorang putri cantik bernama Putri Runduk. Putri Runduk memiliki kolam tempat mandi di atas air terjun dari mana air terjun ini mengalir. Lantas, siapa gerangan Putri Runduk ini?


Singkat saja, Putri Runduk adalah permaisuri Raja Jayadana yang memerintah Kota Kerajaan Barus Raya, sebuah kerajaan Islam di wilayah Sumatera Utara pada abad ke-7 M. Putri Runduk memiliki paras yang cantik rupawan sehingga termahsyur sampai ke luar kerajaan. Disebutkan bahwa Raja Sanjaya dari Mataram dan Raja Janggi dari Sudan, Afrika pun tertarik dengan kecantikan sang Putri. Putri Runduk bisa sampai di Pulau Mursala karena melarikan diri dari negerinya yang sudah porak poranda akibat diserang dan dikuasai oleh Raja Sanjaya, yang kemudian direbut oleh Raja Janggi. Suaminya terbunuh dan Putri Runduk tidak mau dinikahi oleh Raja Sanjaya, di antaranya karena perbedaan agama (Putri Runduk beragama Islam sedang Raja Sanjaya beragama Hindu). Dikisahkan pula bahwa sang Putri menceburkan diri ke laut saat dikejar Raja Janggi, lalu hilang.
         
Keunikan lain yang dimiliki air terjun pulau mursala ini adalah bahwa air terjun ini berasal dari aliran sungai terpendek di dunia. Memiliki lebar 400 meter dengan panjang hanya sekitar 700 meter. Mungkinkah ini berarti ada mata air yang begitu besar di pinggir laut? Jadi makin penasaran ya, buktikan sendiri dech.. 
"Mana lagi yang kayak gini"

Demikian kisah perjalanan saya kepulau impian masyarakat TapTeng. Ini baru 2 pulau, masih ada 23 pulau yang tidak kalah eksotis pemandangan dan keanekaragaman hayati did dalamnya. Informasi, Tapteng memiliki 25 Pulau-pulau di Tapanuli Tengah dan tidak kalah eloknya.





Mata rindu dimanja, 'pun kaki lelah mencari-cari jejak
Berpijak diatas pasir, niscaya hati tak mau berhenti berdecak
Musafir berkelana, ikan berenang, dan merpati berkepak
Mana lagi 'ku temui, begini berkah Ilahi nan rancak

Selasa, 15 Januari 2013

Mengenal SJSN lebih dekat


Barangkali kita ingin sejengkal lebih dekat dan akrab dengan isu yang sedang marak dibahas alias trending topic di Kementerian Kesehatan RI, apalagi kalau bukan seputar Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Saya sendiri kurang banyak tahu abcd-nya SJSN, untuk itu saya tidak menulis tentang SJSN dari sudut pandang seorang ekonom kesehata, namun saya tertarik menulisnya dari sudut pandang masyarakat awam.
Roda waktu terus berputar dan tempo terus berjalan menuju momentum yang tersisa 350 hari lagi sebelum grand opening alias peluncuran program ini oleh Presiden RI.


Mengenal SJSN lebih dekat

Berangkat dari defenisi, SJSN adalah salah satu bentuk perlindungan sosial di bidang kesehatan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan yang layak melalui penerapan sistem kendali biaya dan kendali mutu, dan diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas  bagi seluruh penduduk di wilayah Republik Indonesia (Kemenkes RI).

Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. SJSN diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menggunakan prinsip asuransi yaitu mengalihkan risiko individu menjadi risiko bersama. Maka kasarannya semakin banyak peserta maka semakin ringan iuran yang dibayar. Sebenarnya pelaksanaan SJSN ini seharusnya dilaksanakan 2009 lalu, sesuai dengan amanat UU SJSN No.4-/2004.

Prinsip yang diusung dalam sistem ini yaitu kegotong royongan, nirlaba, keterbukan, kehati-hatian, akuntabilitas, kepesertaan bersifat wajib, portabilitas, hasil pengolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan
Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki  usia lanjut atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.


Manfaat yang diterima oleh peserta

Manfaat program Jamsosnas alias SJSN ini yaitu meliputi jaminan hari tua, asuransi kesehatan nasional, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh warga negara Indonesia, tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor formal, sektor informal, atau wiraswastawan


Perseptif-Latar Belakang kondisi Masyarakat
Berikut merupakan perspektif yang melatar belakangi isu ini.
  1. Peningkatan umur harapan hidup
Tahun 2011, menurut  CIA World Factbook memperkiraan Umur harapan hidup (UHH) orang Indonesia adalah 70.76 tahun, berdasarkan jenis kelamin, makaUHH Pria Indonesia adalah 68.26 tahun dan Wanita 73.38 tahun.

Memperhatikan piramida penduduk, saat ini komposisi piramida menunjukkan peningkatan pada usia lanjut dan penurunan pada usia balita. Perubahan piramida penduduk ini menggambarkan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut yang perlu diimbangi dengan peningkatan kesehatan masyarakat, mengingat kelompok usia ini rentan terhadap penyakit degeneratif. Komposisi usia peserta Asuransi Kesehatan sebesar 57% berada diatas 40 tahun.

  1. Meningkatnya jumlah penderita penyakit tidak menular dan degeneratif.
Kita sering menderangar istilah penyakit katastopik, yaitu penyakit yang berbiaya tinggi dan secara komplikasi dapat terjadi ancaman jiwa yang membahayakan jiwanya. Ada banyak penyakit tidak menular yang termasuk jenis penyakit katastopik, seperti jantung koroner, ginjal, kanker, hipertensi yang mengarah ke stroke, dll.
WHO South East Asia 2008 melaporkan bahwa sebanyak 55 % kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35% disebabkan oleh penyakit menular dan sisanya 10,7 % disebabkan luka. 

Di Asia Tenggara sendiri, proporsi kematian terbesar disebabkan oleh  penyakit tidak menular seperti stroke, jantung, paru-paru kronis. (National Geographic). Jika seseorang menderita salah satu penyakit katastropik, maka ia harus menyediakan biaya pengobatan yang tidak sedikit.

Saya sendiri punya pengalaman dengan kasus penyakit ini. Ayah saya pernah mengalami penyakit penyumbatan pembuluh darah jantung dan harus segera dioperasi bypass surgery dengan biaya operasi sebesar Rp.130 juta (kata salah seorang staf paramedic). Pada waktu itu orang tua saya menggunakan bantuan jaminan kesehatan daerah (JAMKESDA) Provinsi Sumatera Utara.

  1. Perubahan pola hidup masyarakat à fastfood
Meningkatnya tingkat perekonomian suatu negara dipengaruhi oleh kinerja yang baik dan tinggi dari masyarakatnya. untuk dapat berkinerja dengan baik seseorang dituntut untuk bekerja cepat dan baik. Tak ayal, seseorang lebih menyukai segala produk yang instan atau istilahnya ‘real time’.

Fast food atau makanan cepat saji adalah makanan yang pengolahan dan penyajiannya memakan waktu singkat, dan dapat disantap secara singkat pula.  

Fast food yang disajikan di restoran, biasanya terdiri dari karbohidrat dan protein dalam jumlah besar. Tidak seimbang dengan jumlah sayurannya. Sehingga fast food menjadi makanan berkalori tinggi, dan rendah serat.
Kita tidak lantas menuduh fastfood sebagai biang penyakit tidak menular. yang saya maksudkan adalah pola konsumsi masyarakat memakan fastfood secara intens tanpa dibarengi dengan konsumsi sayuran, buah dan olah raga teratur.

  1. Pengetahuan dan kemandirian pasien dalam upaya pencehagan dan penyembuhan penyakitnya masih rendah
Rendahnya kemampuan dan kemandirian pasien dikaitkan dengan rendahnya pengetahuannya, dan rendahnya pengetahuan dikaitkan dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonominya.

Seseorang dapat melakukan pencegahan jika mampu mengenal Riwayat Alamiah Penyakit (Natural History of Diseases) dan melakukan pencegahan berdasarkan tingkat/level riwayat alamiah penyakit tersebut. Gambar berikut secara gambalang menjelaskan maksud saya.


5. Kemampuan ekonomi masyarakat untuk pembiayaan pelayanan kesehatan masih terbatas

Secara umum, Indonesia masuk dalam kategori negara yang rendah dalam membiayai kesehatan yaitu sebesar 2,2% dari GDP (Produk Domestik Bruto).
Ability to pay pasien yang rendah inilah yang menjadi salah satu hal yang menjadi dasar dikembangkannya system

  1. Penyebaran penduduk menyebabkan adanya keterbatasan akses untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Disparitas pelayanan kesehatan merupakan suatu keadaan dimana terjadi kesenjangan kualitas pelayanan kesehatan yang mencolok di beberapa tempat. Hal ini disebabkan karena tidak terdistribusinya fasilitas kesehatan secara merata, tidak terdistribusinya tenaga dokter dan tenaga kesehatan lainnya secara merata. Disamping itu penyebaran penduduk yang kurang bisa dikontrol oleh jangkauan pemerintah seperti gelandangan, masyarakat pedalaman/pribumi, mereka yang tinggal di panti-panti tidak terdaftar (legal) di lembaga sosial, dll.

Ketujuh permasalahan diatas merupakan latar belakang pengembangan Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia.

Berkaca dari hal diatas, pemerintah harus lebih serius memikirkan hal ini, tentunya dengan sistem yang sudah pakem dan jelas. Berita baiknya UU SJSN sudah diluncurkan tahun 2011 lalu, dan kini memaksimalkan sistem melalui adanya peraturan-peraturan pemerintah. 

Jumat, 04 Januari 2013

UAS GIS-Basis Peta Provinsi Kalimantan Tengah



Ujian Akhir Semester Sistem Informasi Geografis (GIS) hari ini cukup menegangkan namun seru. Aku memberi label ujianku hari ini "Awal Galau, berakhir Kemilau". Betapa tidak, diberikan soal saya segera melakukan 4 langkah normalisasi tabel dengan tujuan merubah format ".xls" ke dalam format ".dbf" sampai ada kurang lebih 10 kali. Saya menuduh statatransfer app saya sudah 'hang' sampai harus mengganggu teman lain untuk meminjamkan statatransfernya. Ternyata, saya tidak segera menyimpan tabel excel saya ke workbook excel baru sehingga pada sat dibaca stata transfer berada pada sheet 1. Kejadian itu pada 55 menit pertama ujian, dan saya hanya punya 65 menit lagi untuk menyelesaikan tiga peta yang diinginkan peneliti. 

Saya berpacu melawan waktu, dengan menggunakan kecepatan tangan dan memori, dan segera menebus waktu yang baru saja hilang. Yang lebih lucu, saya ternyata tega tidak mengindahkan teman sebelah yang sedari tadi meminta bantuan saya untuk mengolah normalisasi tabel. hahaha !. 


Untuk pertanyaan pertama, peneliti akan melakukan stratifikasi wilayah administrasi provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Kabupatennya. Pada legenda peta menunjukkan nama kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah. 
Berikut adalah pengajian peta GIS.






Pertanyaan berikutnya. Peneliti melakukan perbandingan Jumlah ibu bersalin dan jumlah persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan provinsi Kalimantan Tengah. Untuk memudahkan pembaca peta membandingkan dua data (numerik-Red), maka sebaiknya analisis pada data spasial menggunakan format barchart. 
Sayang, pada soal tidak dicantumkan tahun penelitian.
Berikut adalah penyajian peta GIS.

















Selanjutnya, peneliti akan melakukan stratifikasi persentase Kunjungan K4 ibu hamil berdasarkan wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Tengah. Untuk klasifikasi, kita dapat menggunakan format 'graduated color' dan memilih variabel 'persentase K4' lalu melakukan stratifikasi menggunakan perintah yang ada.
Stratifikasi ditetapkan berdasarkan klasifikasi persentase kunjungan K4 Ibu hamil berikut:
  • Sangat Tinggi (>90%)
  • Tinggi (80% s/d 90%)
  • Sedang (65% s/d 80%)
  • Rendah (0% s/d 65%)
  • Sangat Rendah (Tidak ada data)  

Berikut ada penyajian petaa GIS.





Kamis, 03 Januari 2013

Metode Query-GIS ArcView 3.3

Berikut ini bukan gambar distribusi kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) hasil laporan surveilans kasus DBD Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2011. Ini merupakan produk dari program ArcView 3.3, sangat membantu dalam penyajian distribusi kasus penyakit atau lainnya secara spasial. 

Teknologi ini disebut dengan ilmu GIS (Georaphical Information System). Pendekatan GIS semakin berkembang sejalan dengan perkembangan media komunikasi dan teknologi. GIS penting dan dibutuhkan sebagai pertimbangan dan masukan dalam hal pengambilan keputusan oleh stakeholers kesehatan (local health authorities) terkait dengan spesifisitas masalah kesehatan berbasis spasial atau kewilayahan. 

Gambar diatas menjelaskan stratifikasi hipotesis resiko terjadinya kasus DBD di Provinsi Jawa Timur. Hipotesis resiko kasus DBD diperoleh dengan penjumlahan bobot dari 3 (tiga) jenis variabel independen yaitu persenase rumah sehat, persentase rumah sehat dan kepadatan penduduk. Variabel tersebut belum dapat dikatakan sebagai determinan kasus DBD. Metode yang disebutkan diatas disebut metode Query Builder, dari produk ArcView 3.3