Senin, 25 Maret 2013

RefLeksi Dies Natalis GMKI



(tulisan sebagai kontribusi untuk GMKI Komisariat FKM USU)

Shallom, teman-teman!

Sudah selayaknya kita bersyukur atas penyertaan Tuhan atas gerakan ini yang sudah menginjak usia 63 tahun. Sejak berdirinya, sudah banyaklah yang Tuhan kerjakan melalui gerakan ini, kuantitasnya pun terus bertambah dari level cabang hingga level komisariat di seluruh Indonesia. Namun, apakah kuantitasnya tersebut dibarengi dengan peningkatan kualitasnya? Kalau saya ditanya, saya akan menjawab ‘belum tentu’. Sebagai senior GMKI Komisariat FKM USU yang pernah melayani, saya ingin memberikan pemikiran saya tentang makna sebuah pelayanan seorang kader yang tentunya harus berkenan kepada Tuhan, agar pelayanan itu sendiri tidak menjadi sia-sia.

Hakikat seorang ‘murid’ Tuhan
Prinsip dasar kemuridan berbeda dari prinsip dasar pendidikan dunia modern, yaitu seorang murid yang ketika itu dipilih untuk magang bersama gurunya, sehingga melalui hidup bersama, terjadilah proses belajar bersama, terdidik, tertempa, dan terbentuk dalam pengetahuan, karakter, keterampilan, dan seluruh kepribadian secara utuh. Dalam bahasa Inggrisnya murid adalah disciple, kata dasar yang membentuk kata disiplin.

Tuhan Yesus memanggil para muridNya untuk hidup, belajar dan melayani bersama Dia. Mereka dipilih oleh Tuhan Yesus bukan dari kalangan kaum cendekia, ahli Taurat, atau orang-orang terpandang pada waktu itu. Justru sebaliknya, Tuhan Yesus memakai orang-orang dengan pekerjaan dan pengetahuan yang dianggap rendah (para nelayan), bahkan yang dianggap sampah masyarakat (pemungut cukai) untuk menjadi murid (rasul) Kristus yang menggetarkan dunia oleh hikmat dan kemampuan supranatural mereka serta pola hidup mengasihi yang berbeda dari adat istiadat-hukum pada waktu itu.

Begitu juga dengan Saulus (alias Paulus), sebelum bertobat adalah seorang penganiaya umat Kristen Yahudi yang tidak segan-segan membunuh, namun pada akhirnya Tuhan sendiri yang memanggil dan memperlayakkannya untuk menyiarkan kebenaran melalui pemberitaan Injil di beberapa kota.

Dalam Matius 16:24-26 “Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Teman-teman, zaman sudah berubah namun prinsip kebenaran Tuhan tidakLah berubah, kalau mau menjadi murid Kristus yang sejati, lakukanlah ketiga hal berikut:
1.      Sangkal diri; artinya kita harus sedia menyangkal diri kita alias tidak menuruti hawa nafsu (seperti nafsu amarah, kemalasan, iri, dendam, mencemooh, dll).
2.      Memikul salib kita; yaitu menjalani hidup yang penuh tantangan/godaan (dalam pekerjaan, pelayanan, studi, dll) dengan penuh iman hingga kita berhasil melewatinya); pengertian lainnya adalah meninggalkan dosa kita baik yang terang-terangan dilakukan (seperti nyontek pada saat ujian atau korupsi berjamaah) maupun dosa yang sengaja disembunyikan karena tidak ingin diketahui orang lain. Menyalibkan dosa tersebut sampai kita benar-benar merdeka alias mampu melepaskan diri dari ikatan dosa tersebut.
3.      Mengikut Tuhan; artinya mengikuti teladan Yesus. Melayani Tuhan merupakan salah satu wujud mengikuti telandan Yesus Kristus yang tentunya akan banyak hal yang akan kita korbankan. Mau melayani Tuhan? Berani bayar harga.

Mungkin teman-teman lantas berpikir, adalah hal yang mustahil bagi orang seperti kita untuk layak dikatakan murid-Nya karena terlampau begitu sulit, tapi janganlah kuatir sebab Tuhan pasti akan memberikan kekuatan dan kuasa-Nya bagi kita sehingga kita lekas sadar dan bertobat. Dalam sebuah buku berjudul MISI, dikatakan pertobatan mempunyai awal dan banyak pengulangan, maknanya dapat disimpulkan dengan peringatan Paulus kepada orang-orang Kristen di Roma: “Janganlah kamu serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah (terus-menerus) oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm 12:2).

Namun, kita musti paham betul bahwa memang benar, manusia tercipta tidaklah sempurna dan tidak luput dari dosa dan berbagai kelemahan, TETAPI, jangan disalah mengerti bahwa setiap kali berbuat dosa, kita sebagai orang Kristen hanya datang saja kepada Tuhan, lalu dosanya akan diampuni. INGAT, kalau tidak ada penyangkalan diri, memikul salib dan penyesalan akan dosa maka dosa tersebut tidak akan diampuni bahkan kita tidak layak menjadi murid Tuhan.

Motivasi melayani , haruslah melakukan kehendak Tuhan
Pada akhir wawancara sebuah pekerjaan, HRD sebuah perusahaan akan bertanya kepada calon karyawannya “kalau kamu diterima bekerja disini, berapa gaji yang kamu harapkan?”. Gaji merupakan salah satu motivasi seseorang bersedia bekerja pada sebuah perusahaan atau instansi. Hal itu berbeda dengan sebuah pelayanan dalam kekristenan, dimana seseorang tidak dibayar (gaji) justru sebaliknya, turut ‘membayar’, lantas apa sebenarnya motivasi kita bersedia melayani Tuhan? Atau lebih specific, apa sebenarnya motivasi kita ber-GMKI?

Ragam motivasi dalam melakukan pelayanan seperti ber-GMKI, misalnya karena rindu bersekutu dengan saudara seiman, menambah teman, gemar berdiskusi dan belajar hal baru, hobi mengorganisir program/kegiatan, dan belajar kepemimpinan, tetapi ada juga yang dilandasi oleh motivasi ketakutan/paksaan, motivasinya karena tidak punya motivasi alias bingung mau ngapain di FKM, atau yang mau menyalurkan hobinya untuk jalan-jalan alias rekreasi dan lain-lain.

Apapun motivasi kita masuk dan menjadi kader GMKI, saya pikir Tuhan Maha tahu dan mengerti. Sekalipun motivasi kita awalnya kurang tepat, namun Tuhan dapat merubah itu semua menjadi murni demi kemuliaan nama-Nya.  Selama kita bersedia untuk diubahkan dan dipakai oleh Tuhan (kali ini hanya oleh Kasih Karunia-Nya) dalam pelayanan kita, maka Ia pasti akan meluruskan motivasi kita, kehendak Tuhan bukan lagi sesuatu yang agaknya bertentangan dengan keinginan kita, melainkan sudah sama (perlu latihan dan persekutuan yang intim dengan Tuhan).


Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.
GMKI merupakan tempat persiapan kader dengan kompetensi dalam iman, ilmu, kepemimpinan dan kepekaan sosial yang dapat diaplikasikan dalam tiga medan pelayanannya yakni, gereja, perguruan tinggi dan masyarakat dengan moto “tinggilah iman, tinggilah ilmu dan tinggilah pengabdian” hendaknya dipedomani dengan sungguh-sungguh
.
Medan pelayanan pertama yaitu gereja. Gereja melambangkan persekutuan umat Kristen yang berakar dan bertumbuh dari iman kepada Allah Tri-Tunggal. Kader GMKI haruslah mengutamakan persekutuan dengan saudara seiman didalam Tuhan Yesus dengan gemar melakukan pertemuan ibadah, jam doa, kontak doa, komunitas kelompok kecil, pendalaman Alkitab dan/atau persekutuan lainnya, yang tujuannya adalah mempertebal iman sehingga kader GMKI tidak mudah terombang-ambing imannya oleh prinsip dan hikmat duniawi. Tujuan lainnya adalah memegang teguh pengharapan dari Tuhan, bahwa keselamatan dan hidup kekal adalah satu-satunya di dalam nama Yesus Kristus. Dan tujuan berikutnya adalah menerapkan kasih dalam seluruh segi kehidupan. Ini yang dinamakan mandat penginjilan atau memenangkan jiwa. Yang menjadi landasan utama kader melakukan mandat penginjilan yaitu perintah Tuhan Yesus dalam amanat Agung-Nya (Mat 28:19-20). GMKI adalah rekan sekerja gereja Tuhan, kader GMKI adalah tangan dan kaki-Nya Tuhan.

Medan pelayanan kedua yaitu Perguruan Tinggi. Perguruan tinggi adalah tempatnya mahasiswa menggali ilmu, hikmat dan pengetahuan. Sepakatkah teman-teman kalau belajar giat adalah juga pelayanan? Tentu saja, teman-teman harus belajar sungguh-sungguh agar kelak dapat memberikan kontribusi dan perubahan yang berarti bagi kehidupan orang lain. Ini yang dinamakan tugas mandate kebudayaan. Tuhan Yesus juga pernah melakukan mandat kebudayaan, seperti menyembuhkan orang-orang sakit, memberi makan 5000 orang yang kelaparan, dan mengasihi orang miskin. Misalnya, sebagai tenaga promosi kesehatan yang inovatif sehingga mampu untuk memberdayakan masyarakat marginal untuk menerapkan pola hidup sehat, sebagai tenaga epidemiolog yang mampu memutus rantai penularan penyakit dengan melakukan penyelidikan epidemiolog terhadap suatu KLB penyakit menular dan surveilans di suatu daerah, administrator kesehatan yang mampu menerapkan prinsip ‘good governance’ dalam suatu sistem kesehatan, demikian juga dengan ahli gizi, ahli K3, dll.

Kader GMKI yang melayani juga harus mampu menunjukkan performance akademiknya yang baik. Pelayanan sebagai kader GMKI atau organisasi Kristen lainnya adalah penting, tapi teman-teman perlu juga ketahui bahwa studi juga adalah pelayanan, yang kita pertanggungjawabkan tidak hanya kepada Tuhan dan orang tua, namun juga kepada diri sendiri dan masyarakat. Cepat atau lambat, masyarakat akan membutuhkan pemimpin yang Takut akan Tuhan, masyarakat akan membutuhkan kita.

Kader GMKI yang terbilang mahasiswa, mempunyai keistimewaan tersendiri karena melalui kader, telah memberikan pelayanan di tengah-tengah kehidupan pemuda dan pemudi calon pemimpin masa depan bangsa. Masa perkuliahan merupakan masa yang menentukan pola pikir dan karakter seseorang, apa jadinya seandainya pola pikir dan karakter ini terbentuk dari prinsip-prinsip yang salah? Kita bisa bayangkan kerugian dan kemerosotan bangsa yang akan terjadi jika hal itu sampai terjadi. GMKI harus menjadi wadah pembentukan pola pikir dan karakter mahasiswa.

Medan pelayanan ketiga adalah masyarakat. Seperti contoh yang disebutkan diatas tadi, kelak kita akan terjun ke masyarakat dan akan menerapkan mandate budaya. Hendaklah itu semua didasarkan atas motivasi pelayanan yang murni, oleh karena kasih dan ketaatan kita kepada Tuhan.

Jadi, teman-teman segerakan, hendaklah kita menjadi kader GMKI yang melayani dengan motivasi yang benar dilandasi dengan ketaatan kepada Tuhan dan belas kasih (mercy) yang kita taruh untuk sesame kita. Sadarilah, bahwa ladang sudah menguning, siap untuk dituai, namun tuaian memang banyak tetapi pekerja sedikit.

“GMKI menjadilah suatu pusat sekolah latihan (leershool) dari orang-orang yang mau bertanggungjawab atas segala sesuatu yang mengenai kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa Indonesia. GMKI bukanlah merupakan Gesellschaft, melainkan ia adalah suatu Gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian ia berakar baik dalam gereja, maupun dalam Nusa dan Bangsa Indonesia”.
_________dr.Johanes Leimena Wikipedia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar